Bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) saat ini sudah mulai diminati oleh banyak masyarakat Indoensia. Namun, sebagai pelaku UMKM tentu kita memiliki kewajiban untuk taat membayar pajak. Lalu, apa saja jenis Pajak UMKM yang harus dibayarkan dan dilaporkan? Berapa tarif Pajak khusus untuk pelaku UMKM? Dimana dan bagaimana cara membayar Pajak? Sebelum kita membahas masalah perpajakan khusus UMKM, berikut sedikit penjelasan umum mengenai apa itu UMKM.
Kategori UMKM
Sebelum akan membahas terkait pajak UMKM di Indonesia, terlebih dahulu akan sedikit membahas tentang apa saja kategori bahwa suatu usaha termasuk dalam UMKM.
Karena hal ini akan sangat memengaruhi bagaimana kewajiban dalam membayar pajak. Antara UMKM dan Non-UMKM, kewajiban pajaknya jelas berbeda.
Tidak semua usaha dapat dikategorikan UMKM. Ada kriteria tertentu yang membedakan apakah jenis usaha itu termasuk tergolong sebagai UMKM atau tidak.
Golongan UMKM juga harus dilihat dari berbagai aspek yang ada, mulai dari jumlah pendapatan usahanya setiap tahun hingga bagaimana operasional yang dilakukan dari bisnis tersebut.
Baca Juga : Cara Lengkap Membuat IUMK dan NIB dengan OSS
Berikut kategori usaha yang tergolong sebagai UMKM:


A. Kategori UMKM Berdasarkan Omzet
Kategori UMKM didasarkan dari berapa besar jumlah omzet setiap tahun yang didapat, dan hal itu tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
1. Skala Usaha Mikro
Berikut Kriteria Usaha Mikro Berdasarkan Omzet:
- Karyawan yang dimiliki kurang dari 4 orang
- Aset atau Kekayaan bersih maksimal Rp. 50.000.000
- Hasil omzet penjualan tahunan maksimal Rp. 300.000.000
2. Skala Usaha Kecil
Berikut Kriteria Usaha Kecil Berdasarkan Omzet:
- Karyawan yang dimiliki berkisar antara 5 orang hingga 19 orang
- Aset atau Kekayaan bersih maksimal antara Rp. 50.000.000 – Rp. 500.000.000 (hal itu tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
- Hasil omzet penjualan tahunan maksimal antara Rp. 300.000.000 – Rp. 2.500.000.000
3. Skala Usaha Menengah
Berikut Kriteria Usaha Menengah Berdasarkan Omzet:
- Kaaryawan yang dimiliki berkisar antara 20 orang hingga 99 orang
- Aset atau Kekayaan bersih maksimal antara Rp. 500.000.000 – Rp. 10.000.000.000 (hal itu tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
- Hasil omzet penjualan tahunan maksimal antara Rp. 2.500.000.000 – Rp. 50.000.000.000
Baca juga : Penjelasan P-IRT dan Perbedaan dengan BPOM
B. Kategori UMKM Berdasarkan Skala Usaha
Kategori UMKM dapat dibedakan berdasarkan skala usahanya, diantaranya:
1. Kategori Usaha Mikro
Berikut Kegori Usaha Mikro Berdasarkan Skala Usaha:
- Tempat usaha tidak menetap atau bisa berpindah-pindah
- Jenis produk yang dijual dapat berubah sewaktu-waktu
- Tidak memiliki NPWP
- Belum memiliki izin usaha
- Belum melakukan pencatatan keuangan
- Keuangan pribadi dan hasil usaha masih menjadi satu (bercampur)
- Belum memiliki akses ke bank, tapi memanfaatkan pinjaman non-bank
Baca Juga : Cara Mengurus Surat Izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga)
2. Kategori Usaha Kecil
Berikut Kegori Usaha Kecil Berdasarkan Skala Usaha:
- Tempat usaha sudah menetap
- Jenis produk yang dijual tidak mudah berubah
- Memiliki NPWP
- Memiliki izin usaha
- Sudah memiliki pengalaman berusaha
- Memisahkan keuangan pribadi dan uang hasi usaha
- Mengelola administrasi keuangan sederhana
- Dapat mengakses modal ke bank maupun non-bank
3. Kategori Usaha Menengah
Berikut Kegori Usaha Mikro Berdasarkan Skala Usaha::
- Tempat usaha sudah menetap
- Jenis produk sudah tetap
- Memiliki NPWP perusahaan
- Punya SDM yang berpendidikan
- Memiliki manajemen SDM sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing
- Memiliki izin usaha atau mendirikan perusahaan
- Melakukan administrasi keuangan dengan sistem akuntansi
- Memiliki akses modal ke perbankan maupun non-bank
- Melakukan pengelolaan organisasi perburuhan
Baca Juga : Bagaimana Cara Pendaftaran Merek dan Penjelasan Merek
Kewajiban Pajak UMKM
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki omzet dalam setahun maksimal Rp4,8 miliar bisa bernapas lega atas penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final dari 1% menjadi 0,5% yang berlaku mulai bulan juli 2018 sampai sekarang. Dengan kebijakan ini, dapat diharapkan para pelaku UMKM makin banyak yang melakukan wajib pajak dan dapat berkontribusi pada perekonomian nasional Bangsa Indonesia.
Perubahan tarif Pajak ini, tertuang dalam PP (Peraturan Pemerintah) No. 23 Tahun 2018 yang berisikan tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Baca Juga : Cara Menentukan Target Pasar Untuk Bisnis
Peraturan Pemerintah (PP) tersebut menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) yang sebelumnya yitu Nomor 46 Tahun 2013.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) tentang pajak Penghasilan (PPh) Final pada bulan Juli 2018, Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan rajin menggelar sosialisasi tarif PPh Final 0,5% kepada pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Untuk para pelaku UMKM yang belum mengetahui mengenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final , keuntungan, dan cara perhitungan pajak, berikut penjelasannya.
Siapa saja yang bisa menikmati Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%


Pemerintah mengeluarkankebijakan dengan memangkas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final dari 1% menjadi 0,5%, bertujuan membantu para pelaku bisnis UMKM untuk terus berkembang, dan menjaga aliran keuangannya (cash flow) sehingga dapat digunakan untuk tambahan modal usaha. Dengan demikian, membayar pajak tidak lagi dianggap sebagai beban oleh para pelaku UMKM.
Tapi Untuk Kebijakan Tarif Pajak 0,5%, tidak semua pelaku UMKM bisa menikmatinya. Tarif pajak 0,5% (setengah persen) hanya berlaku untuk:
- UMKM yang memiliki omzet penjualan tidak lebih dari 4,8 miliar rupiah dalam satu tahun pajak.
- Berlaku untuk UMKM konvensional atau offline maupun yang berjualan di toko online seprti marketplace dan media sosial
Batas Waktu yang diberikan Pemerintah kepada Wajib Pajak, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, antara lain:
- Selama 7 Tahun bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Selama 4 Tahun bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Koperasi, Persekutuan Komanditer atau Firma.
- Selama 3 Tahun bagi Wajib Pajak Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)


Tapi Saat batas waktu tersebut Selesai atau berakhir, para pelaku UMKM yang dijalankan Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak PT tidak bisa lagi menikmati tarif rendah 0,5% ini. Mereka harus membuat pembukuan atau menyusun laporan keuangan dengan rapi, serta membayar pajak penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-undang PPh.
Tidak ada alasan lagi untuk para pelaku UMKM tidak bisa membuat pembukuan, karena periode waktu yang telah diberikan sudah cukup bagi para pelaku UMKM untuk belajar menyusun laporan keuangan. Apalagi di zaman digital sekarang ini, membuat pembukuan sudah lebih mudah. Hanya Tinggal mencari di internet seperti di Google, maka akan keluar pencarian cara maupun aplikasi pembukuan sederhana yang bisa para pelaku UMKM tiru. Bisa juga belajar dari bimbingan Account Representative Direktorat Jendral Pajak (ditjen pajak).
Baca Juga : Cara Membuat Sertifikat Halal dan Penjelasan Tentang Sertifikat Halal
Keuntungan PPh Final untuk UMKM
Kebijakan peraturan penurunan tarif pajak menjadi 0,5% sangat membantu dan bermanfaat bagi pelaku UMKM. Berikut keuntungan yang didapat:
- Pelaku UMKM dapat membayarkan pajak dengan mudah dan sederhana. Karena Pajak Penambahan (PPh) Final, maka perhitungan pajak untuk UMKM hanya tinggal menjumlahkan peredaran bruto (Omzet Kotor) dalam sebulan, kemudikan dikalikan tarif pajak 0,5%.
- Bisa mengurangi beban pajak para pelaku UMKM. Dengan tarif pajak hanya 0,5%, sisa omzet bersih setelah dipotong pajak bisa dipakai pengusaha UMKM untuk mengembangkan usahanya lebih besar
- Tarif pajak yang rendah dapat membuat masyarakat Indoensia untuk terjun sebagai wirausaha. sehingga tidak perlu khawatir mendapatkan bebankan pajak tinggi
- Dengan tarif pajak istimewa hanya 0,5% diharapkan para pelaku UMKM lebih taat dan patuh dalam membayar pajak serta meningkatkan basis wajib pajak
- UMKM bisa naik kelas. Karena setelah mereka dapat menyusun laporan keuangan dengan benar, rapi, dan patuh membayar pajak, dapat menjadi jalan bagi para pelaku UMKM untuk memperoleh akses permodalan dari bank (mendapat pinjaman modal dari bank)
Baca Juga : 7 Komponen Penting yang Harus ada Dalam Kemasan Produk
Cara Menghitung PPh Final UMKM 0,5%
Bagaimana cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Final untuk UMKM? untuk Menghitung PPh Final pajak UMKM tidaklah sulit bisa dibilang sangat mudah, dengan menjumlahkan omzet dalam sebulan, lalu dikalikan tarif pajak 0,5% dan Wajib dibayarkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Tarif pajak 0,5% mulai berlaku bulan Juli 2018 sampai sekarang ini.
Contoh I
Tuan Alvin memiliki usaha kecil sebagai pedagang sepatu dengan omzet sebulan Rp. 12.000.000. Dengan omzet yang dimiliki Tuan Alvin saat ini, memenuhi syarat untuk menggunakan PP 23 Tahun 2018. Jadi perhitungan pajaknya:
- Untuk omzet bulan Juli 2020 yang di setorkan bulan Agustus = 0,5% x Rp. 12.000.000= Rp. 60.000
- Tuan Alvin bisa memanfaatkan tarif pajak setengah persen itu sampai batas waktu 7 tahun. Setelah lewat 7 tahun, Tuan Alvin wajib untuk membuat pembukuan dan menjadi wajib pajak normal.
Baca Juga : Strategi Produk UMKM Diterima Oleh Pasar Retail Modern
Contoh II
- Jika Tuan Alvin baru memulai usaha dan masih belum mendpat keuntungan atau belum ada omzet, maka Wajib Pajak dapat memilih untuk tidak dipungut pajak. Tapi dengan syaratn menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak
Contoh III
Tuan Alvin mendapatkan omzet sebesar Rp. 800.000.000 per tahun. Kemudian ternyata istri tuan Alvin memiliki usaha salon dengan omzet Rp. 400.000.000 per tahun. Keduanya belum memiliki anak. Maka perhitungan PPh Finalnya:
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Digabung:
- Omzet suami Rp. 800.000.000
- Omzet istri Rp. 400.000.000
- Total omzet suami dan istri = Rp 1.200.000.000
- Pajak penghasilan suami dan istri = 0,5% x Rp. 1.200.000.000 = Rp. 6.000.000
- Kalau dihitung per bulan, maka PPh-nya = Rp. 6.000.000 / 12 = Rp. 500.000
- NPWP Terpisah atau Bayar Pajak Masing-masing:
- Omzet suami Rp. 800.000.000
- PPh-nya = 0,5% x Rp. 800.000.000 = Rp. 4.000.000 (setahun)
- Karena ada kewajiban pembayaran setiap bulan, maka beban PPh per bulan Rp. 4.000.000 / 12 = Rp. 333..333 atau dibulatkan Rp. 334.000 per bulan
- Omzet istri Rp. 400.000.000
- PPh-nya = 0,5% x Rp.400.000.000 = Rp. 2.000.000 (setahun)
- PPh per bulan Rp. 2.000.000 : 12 = Rp. 166.666 atau dibulatkan Rp. 167.000 per bulan.
Baca Juga : Cara Menghitung PPh Final UMKM
Cara Membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM
- Wajib Pajak harus mempunyai kode pembayaran dari aplikasi e-billing yang tersedia di laman web resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP).
- Setelah memiliki kode pembayaran, Anda bisa langsung membayar melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk langsung oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Atau kita dapat membayar melalui ATM, Mobile Banking dan Internet banking sesuai dengan bank yang ditunjuk oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu).
- Setelah menyetor atau membayar pajak, Anda tidak perlu lagi melapor melalui Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Hal itu dikarenakan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang termuat pada Surat Setoran Pajak PPh Final tersebut dianggap sebagai tanggal telah lapor SPT Masa oleh DJP.
Untuk seorang Wajib Pajak yang tidak memiliki omzet atau mengalami kerugian usaha dalam satu bulan, Direktorat Jendral Pajak (DJP) memberi keringanan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki omzet usaha atau mengalami kerugian dengan tidak mewajibkan Wajib Pajak tersebut untuk menyetor atau membayar PPh Final kepada Kas Negara.
Hub Kami untuk Konsultasi tentang UMKM, Pajak dan Keuangan: Contact Kami
Baca Juga:
- Pentingnya Memiliki Izin Usaha Mikro Kecil bagi UMKM – IUMK
- Penjelasan Legalitas NIB dan IUMK dengan OSS
- Pengertian Jenis dan Perkembangan UMKM di Indonesia
- Sertifikat Halal Gratis Bagi UMKM dan Cara Mendapatkannya
Baca Juga Strategi Bisnis :