

Bagi masyarakat Indonesia kata halal menjadi sesuatu ha yang tidak asing. Dengan penduduk Indonesia adalah mayoritas beragama Islam, membuat sertifikasi halal menjadi suatu kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi oleh berbagai produk yang beredar di pasar Indonesia. Tanpa adanya sertifikasi halal membuat konsumen muslim dapat meragukan kandungan yang ada di dalam produk tersebut. Apakah aman atau tidak untuk dikonsumsi oleh konsumen yang beragama Islam. Oleh karena itu, sertifikasi halal dari MUI saat ini telah menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi oleh beberapa jenis produk yang ada di pasar Indonesia. Lalu produk-produk apa saja yang harus mendaftarkan sertifikasi halal?
Ada beberapa jenis produk yang wajib memiliki sertifikasi halal. Produk-produk yang wajib memiliki sertifikat halal MUI antara lain makanan, minuman, obat, kosmetik, produk biologi, produk kimiawi, produk rekayasa genetik, serta produk yang digunakan dan dipakai, digunakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Baca Juga : Cara Lengkap Membuat IUMK dan NIB dengan OSS
Manfaat Sertifikat Halal MUI bagi Bisnis
Sertifikat halal Mui memiliki manfaat untuk menjadi jaminan bahwa suatu produk halal baik dari kandungan bahan maupun dalam proses produksi. Selain itu sertfikat halal MUI juga memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya Jaminan Kualitas
Mendapatkan sertifikat halal dari MUI bukanlah sesuatu yang cukup mudah. Selain pelaku usaha harus memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi, untuk mendapatkan sertifikat halal juga harus memenuhi berbagai proses pendaftaran yang tidak mudah. Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor juga dilakukan secara teliti dan menyeluruh. Dibutuhkannya juga izin P-IRT dan BPOM menjadi contoh rumitnya pendaftaran sertifikat halal ini.
Meskipun untuk bisa mendapatkan sertifikasi halal harus melalui proses yang rumit, namun karena rumitnya proses tersebut, maka setiap produk yang lolos sertfikat halal adalah produk yang sudah terjamin kualitasnya.
2. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
Konsumen tentu menginginkan produk dengan kualitas yang baik, apalagi konsumen/masyarakat sudah mengeluarkan biaya untuk membeli produk tersebut. Sertikat halal menjadi jaminan yang akan meningkatkan kepercayaan konsumen kepada produk yang kita jual. Konsumen tidak akan mempertanyakan lagi kandungan pada produk, apakah sudah memenuhi standar atau tidak ketika produk tersebut sudah memiliki sertifikat halal.
Baca Juga : Sertifikat Halal Gratis Bagi UMKM dan Cara Mendapatkannya
3. Produk Memiliki Unique Selling Point (USP)
Dengan suatu produk memiliki sertifikasi halal, hal itu dapat membuat produk tersebut telah memiliki Unique Selling Point atau USP. Dengan begitu produk memiliki nilai kompetitif yang akan menjadi daya tarik konsumen untuk dapat membelinya.
4. Mendapatkan Akses Pasar Global
Dengan adanya sertifikat halal membuat produk kita memiliki kesempatan untuk dapat mengakses ke pasar global, khususnya buat kita yang bergerak di bidang usaha produk halal. Dengan kesempatan akses pasar global akan membuat produk kita dalam melebarkan sayap ke pasar dengan masyarakat beragama Islam yang ada di seluruh dunia.
Syarat Mendapatkan Setifikat Halal MUI
Berdasarkan persyaratan untuk mengajukan sertifikasi halal MUI yang ditetapkan oleh LPPOM MUI, berikut adalah syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI:
1. Kebijakan Halal
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan harus sudah menetapkan kebijakan halal oleh bagian manajemen dan mensosilisasikan kebijakan halal kepada seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) perusahaan.
2. Memiliki Tim Manajemen Halal
Pelaku Usaha Perorangan atau perusahaan harus memiliki dan menetapkan Tim Manajemen Halal yang dibentuk dari Pihak Tertinggi yang bertanggungjawab, dan Tim Manajemen Halal memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
3. Pelatihan dan Edukasi
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan yang mengajukan sertifikat halal sudah memiliki prosedur tertulis tentang pelaksanaan pelatihan dan eduikasi terkait ketentuan halal. Perusahaan juga harus melakukan pelatihan dan edukasi internal yang dilaksanakan minimal dalam satu tahun sekali dan pelatihan eksternal yang dilakukan dalam minimal dua tahun sekali.
4. Bahan
Dalam pembuatan produk bersertikasi halal Pelaku Usaha Peorangan atau Perusahan harus menggunakan bahan yang halal untuk digunakan dalam pembuatan produk dan tidak boleh berasal dari bahan yang haram ataupun najis. Untuk menyatakan bahan tersebut Halal atau tidak, Pelaku Usaha Perorangan atau perusahaan harus memiliki dokumen pendukung tentang semua bahan yang digunakan untuk memproduksi.
5. Produk
Karakteristik produk tidak boleh memiliki bau atau rasa yang mengarah ke produk yang tidak halal alias haram atau produk yang sudah dinyatakan haram oleh fatwa MUI. Selain itu, merek atau nama produk yang didaftarkan ke MUI tidak boleh menggunakan nama yang tidak sesuai, bahkan telah dilarang dalam syariah Islam.
6. Fasilitas Produksi
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan yang mendaftarkan sertifikasi halal harus memiliki fasilitas produksi antara lain:
- Industri pengolahan:
- Adanya jaminan tidak ada kontaminasi silang dengan produk dalam kategori haram di dalam fasilitas produksi.
- Penggunaan fasilitas produksi dapat bergantian antara produk yang disertifikasi dengan produk yang tidak ada sertifikasi halal, asalkan produk tersebut tidak mengandung bahan dalam kategori haram dan ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang dalam fasilitas produksi.
- Restoran/Katering/Dapur:
- Penggunaan Dapur hanya untuk produksi Halal saja.
- Peralatan yang digunakan untuk penyajian dan fasilitas lainnya hanya digunakan untuk menyajikan produk halal.
- Rumah Potong Hewan (RPH):
- Lokasi Rumah Potong Hewan (RPH) wajib terpisah dari peternakan atau lokasi pemotongan hewan yang termasuk kategori haram
- Fasilitas dalam Rumah Potong Hewan hanya untuk produksi daging hewan yang halal
- Alat penyembelih hewan wajib memenuhi persyaratan halal
Jika proses deboning (memisahkan bagian tulang dari daging hewan) dilakukan di luar Rumah Potong Hewan (RPH), karkas wajib dipastikan hanya berasal dari RPH kategori halal.
Baca Juga : Penjelasan P-IRT dan Perbedaan dengan BPOM
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis tentang aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada proses produksi yang akan mempengaruhi status kehalalan suatu produk. Aktivitas kritis meliputi:
- Seleksi pada pembelian bahan baru
- Pemeriksaan bahan datang
- Formulasi produk
- Produksi
- Pembersihan atau Pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu
- Penyiapan dan penanganan bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan
- Transportasi Produk
- Pemajangan Produk / Display produk
- Peraturan untuk pengunjung
- Penentuan menu
- Penyembelihan Hewan yang akan digunakan untuk produksi
- Pemingsanan
- Kesesuaian atau Penyesuaian dengan proses bisnis perusahaan (industri pengolahan, Rumah Potong Hewan, restoran/katering/dapur)
- Prosedur tertulis dibuat dan terintegrasi dengan prosedur sistem yang lain juga.
8. Memiliki Prosedur tertulis Telusur Bahan
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan yang ingin mendapatkan sertifikasi halal MUI harus memiliki prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur bahan yang akan digunakan. Kemampuan telusur bahan telah disertifikasi dan disetujui oleh LPPOM MUI dan diproduksi di di tempat yang memenuhi kriteria, yaitu bebas dari bahan babi dan keturunannya.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Pelaku Usaha Peorangan atau Perusahaan yang mendaftarkan sertifikasi halal harus memiliki prosedur tertulis dalam menangani produk yang tidak memenuhi kriteria. Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan dapat melakukannya dengan tidak menjualnya kepada konsumen yang hanya menginginkan produk halal dan jika sudah terlanjur dijual maka Pelaku Usaha Perorangan atau Peursahan harus dapat menangani dan menariknya kembali dari pasaran.
Baca Juga : Pentingnya Memiliki Izin Usaha Mikro Kecil bagi UMKM – IUMK
10. Memiliki Prosedural tertulis untuk Audit Internal
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan yang mendaftarkan sertifikasi halal harus memiliki prosedur tertulis yaitu audit internal pelaksanaan SJH (Setifikat Jaminan Halal). Setidaknya Audit internal dilakukan dalam waktu enam bulan sekali dan dilakukan oleh auditor internal yang kompeten dan juga independen. Hasil audit internal juga harus disampaikan kepada LPPOM MUI dalam bentuk laporan yang dilakukan setiap enam bulan sekali.
11. Melakukan Kaji Ulang Manajemen
Pelaku Usaha Perorangan atau perusahaan dengan jajaran direksinya wajib melakukan kaji ulang manajemen, setidaknya, satu kali dalam setahun atau 6 bulan sekali.
Ada dua tujuan utama dalam kaji ulang manajemen ini. Pertama, berguna untuk melihat dan menilai efektivitas penerapan Sertifikat Jaminan Halal (SJH). Kedua, untuk menyusun perbaikan yang berkelanjutan di masa depan.
Baca Juga : Bagaimana Cara Pendaftaran Merek dan Penjelasan Merek
Cara Mendapatkan Sertifikat Halal MUI


Seperti yang telah dikutip dari halalmui.org, berikut adalah langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk mendapatkan sertifikat halal MUI.
- Mengajukan pendaftaran sertifikat secara online di www.e-lppommui.org.
- Mengisi data pendaftaran yang ada, status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat Halal, status Sistem Jaminan Halal(SJH) jika ada, dan kelompok produk.
- Melakukan pembayaran pendaftaran serta biaya akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email bendaharalppom@halalmui.org yang meliputi: honor audit, biaya sertifikasi halal, biaya publikasi majalah Jurnal Halal, biaya penilaian implementasi SJH (Sistem Jaminan Halal).
- Mengisi dokumen yang menjadi persyaratan pendaftaran serta industri bisnis yang kita geluti, di antaranya: manual SJH (Sistem Jaminan Halal), diagram alir proses produksi, data produk, data pabrik, data bahan, dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk.
- Setelah semua dokumen sudah diisi, maka kita akan masuk ke tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen.
- Kita bisa men-download sertifikat halal MUI di menu download SH.
Baca Juga : Cara Lengkap Membuat IUMK dan NIB dengan OSS
Dokumen yang Dibutuhkan untuk Mendapatkan Sertifikasi Halal MUI
Dokumen-Dokumen pendukung yang harus disiapkan Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan untuk bisa mendapatkan sertifikasi halal, Antara lain sebagai berikut:
- Daftar produk yang ingin disertifikasi
- Daftar bahan dan dokumen yang berisikan informasi bahan yang digunakan
- Daftar penyembelih, untuk sertifikasi Rumah Pemotongan Hewan
- Matriks produk
- Manual Sistem Jaminan Halal (SJH)
- Diagram alir yang menjelaskan proses produksi
- Daftar alamat fasilitas produksi
- Bukti telah dilakukannya sosialisasi kebijakan halal
- Bukti telah dilakukannya pelatihan dan edukasi internal
- Bukti telah dilakukannya audit internal
Pastikan Kita sudah menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan dan memenuhi persyaratan yang diharuskan sebelum mengajukan sertifikasi halal MUI.
Biaya yang Dikeluarkan untuk Sertifikat Halal MUI
Untuk kita dapat mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan sertifikat halal MUI, kita harus menanyakannya secara langsung dengan cara mengirim email ke bendahara LPPOMMUI melalui email bendaharalppom@halalmui.org dengan menginformasikan jenis, jumlah, dan lokasi produk di produksi. Namun sebagai perkiraan estimasi biaya, kita dapat melihat estimasi biaya yaitu sebagai berikut:
- Level A
- Level A adalah golongan perusahaan yang masuk dalam kategori industri besar. Digolongkan sebagai Industri besar jika memiliki lebih dari 20 karyawan dalam perusahaan. Untuk biaya yang harus dikeluarkan oleh industri besar untuk mengurus sertifikat hala adalah Rp2 juta sampai Rp3,5 juta.
- Level B
- Level B adalah golongan perusahaan yang masuk dalam kategori industri kecil. Di golongkan sebagai Industri kecil jika industri tersebut memiliki jumlah karyawan antara 10-20 orang. Untuk Biaya yang harus dikeluarkan oleh Industri Kecil untuk mendapatkan sertifikat halal adalah Rp1,5 juta sampai Rp2 juta.
- Level C
- Level C adalah golongan perusahaan yang masuk kategori industri rumahan yang memiliki karyawan kurang dari 10 orang. Untuk mendapatkan sertifikat halal, Industri rumahan membutuhkan biaya Rp 1 juta.
Nominal biaya yang ada di atas belum termasuk biaya-biaya seperti:
- Auditor
- Registrasi
- Pelatihan
- Majalah Jurnal
- Penambahan biaya Rp200 ribu jika perusahaan memiliki outlet
- Jika ada penambahan produk, maka akan dikenakan biaya yaitu untuk level A sebesar Rp150 ribu perproduk, untuk level B Rp100 ribu per produk, dan untuk level C Rp50 ribu per produk
- Biaya pelatihan perusahaan sebesar Rp1,2 juta per orang, sedangkan untuk pelaku UKM sebesar Rp500 ribu per orang.
Penetapan pembiayaan tersebut sudah sesuai dengan SK 02/Dir LPPOMMUI/I/13. Untuk pelaku UKM atau industri rumahan yang terhalang masalah biaya, tidak perlu khawatir karena LPPOM MUI memiliki kebijakan untuk subsidi pembiayaan. Jadi, untuk mendapatkan sertifikat halal MUI jauh lebih mudah.
Baca Juga : Strategi Produk UMKM Diterima Oleh Pasar Retail Modern
Lama Waktu Pengurusan Sertifikasi Logo Halal MUI
Umumnya, bagi perusahaan dalam negeri, untuk lama waktu pengurusan sertifikasi logo halal MUI adalah 75 hari sejak aplikasi pendaftaran yang dikirimkan diterima.
Sementara bagi perusahaan dari luar negeri, untuk lama waktu pengurusan dapat mencapai 90 hari. Namun, untuk estimasi waktu ini bisa terjadi hanya dengan beberapa ketentuan, yaitu:
- Tidak terdapat ketidaksesuaian data selama proses pre-audit berlangsung atau, jika terjadi ketidaksesuaian, Pelaku Usaha Perorangan atau perusahaan dapat memperbaikinya dalam batas waktu maksimal 7 hari setelah pre-audit selesai dilaksanakan
- Tenggat waktu maksimal untuk pembayaran akad adalah 7 hari sejak Bendahara LPPOM MUI mengunggah akad di CEROL
- Tidak terdapat ketidaksesuaian data selama proses audit atau, jika terjadi ketidaksesuaian, perusahaan dapat memperbaikinya dalam btas waktu maksimal 7 hari setelah audit selesai dilaksanakan
- Pihak Pelaku Usaha Perorangan atau perusahaan memberikan konfirmasi tanggal audit dalam batas waktu maksimal 5 hari sejak Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan dinyatakan siap audit
- Pelaksanaan audit dapat berlangsung selama 10 hari sejak tanggal konfirmasi
- Jumlah fasilitas yang perlu diaudit hanya satu atau, jika ternyata lebih dari satu, audit bisa dilakukan pada hari yang sama. Umumnya, fasilitas produksi yang diaudit mencakup pabrik, fasilitas pra-produksi, dapur, gerai, gudang, dan kantor pusat
Lebih lanjut, MUI sudah memberikan rincian hari kerja yang dibutuhkan untuk setiap tahapan proses sertifikasi. Berikut adalah penjelasannya:
- Proses awal unggah hingga pre-audit: selama 20 hari, termasuk proses persetujuan akad
- Proses pre-audit hingga audit: selama 15 hari
- Proses audit hingga rapat komisi fatwa: selama 15 hari
- Proses rapat komisi fatwa hingga sertifikat halal diterbitkan: selama 25 hari
Perlu diingat, lama waktu pengurusan sertifikasi logo halal MUI ini hanya berlaku untuk satu jenis produk dan satu pabrik saja.
Baca Juga : Cara Menghitung PPh Final (Pajak UMKM/UKM)
Masa Berlaku Sertifikat dan Logo Halal MUI
Untuk setiap produk yang telah mendapatkan sertifikasi halal MUI, memiliki masa berlaku sertifikasi selama 2 tahun. Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan wajib untuk melakukan perpanjangan sertifikasi (re-sertifikasi) setidaknya 3 bulan sebelum masa berlaku sertifikat berakhir. Jika tidak, maka produk tersebut tidak lagi berhak untuk mencantumkan logo halal MUI.
Alasan Sertifikat dan Logo Halal MUI Dicabut
Setelah Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan memperoleh sertifikat dan logo halal MUI tidak berarti produk yang sudah didaftarkan tidak perlu lagi untuk menjaga konsistensinya. Sertifikat dan logo halal MUI bisa dicabut karena beberapa alasan, Berikut adalah beberapa alasan yang dapat membuat sertifikat dan logo hala di cabut :
- Pihak Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahan tidak ingin memperbarui (re-sertifikasi) Sertifikat Halal.
- Ketika menerima pemberitahuan pembekuan sertifikasi, pihak Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu yang sudah ditetapkan sejak putusan dikeluarkan.
- Pihak Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan dinyatakan bangkrut atau pailit.
Yang perlu kita ingat, begitu keputusan pencabutan sertifikasi resmi dikeluarkan, Kepala Bidang Sistem Jaminan Halal (SJH) akan mengirimkan surat pemberitahuan ke pihak Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan..
Sejak tanggal pemberitahuan pencabutan tersebut, Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan tidak diperbolehkan dan tidak berhak lagi untuk menggunakan logo halal pada produk setiap produknya yang dulu menggunakan logo halal.
Pelaku Usaha Perorangan atau Perusahaan juga tidak boleh membuat atau mengeluarkan pernyataan yang dapat menyesatkan terkait dengan status sertifikat produknya.
3 Cara Cek Logo Halal MUI Pada Suatu Produk
Untuk mengetahui apakah produk yang kita konsumsi sudah mendapatkan sertifikat dan logo halal MUI secara resmi atau tidak, yaitu dengan kita bisa mengeceknya, dengan cara sebagai berikut:
1. Cek logo halal dengan website MUI


Kita bisa dengan mudah untuk mengecek logo halal MUI suatu produk langsung melalui website MUI, yaitu dengan www.halalmui.org.
Halaman depan website MUI langsung dapat kita gunakan untuk mengetik nama produk yang ingin kita cek apakah memiliki sertikat halal atau tidak. Setelah kita ketik nama produk yang ingin kita cek, klik tombol “Cari” dan tunggu hasil penelusuran di dalam sistem website.
Informasi yang tersedia dari hasil penelusuran tidak hanya mencantumkan nama produk saja, tetapi juga nama produsen dan nomor sertifikat produk.
Baca Juga : Cara Menentukan Segementasi Pasar Beserta Penjelasannya
Kita juga dapat mengunduh (Download) seluruh daftar produk yang sudah mendapatkan logo halal dari website dari dokumen berjudul “Daftar Belanja Produk Halal”.
Tak ketinggalan, juga kita dapat mengajukan permohonan sertifikasi dan logo halal MUI melalui website ini.
2. Cek logo halal dengan aplikasi Halal MUI


Status logo halal suatu produk juga dapat kita cek melalui aplikasi handphone kita yang bernama Halal MUI. Aplikasi ini sudah tersedia di Google Play untuk yang menggunakan Android dan App Store-Apple untuk pengguna iOS.
Beberapa fitur yang sudah tersedia dalam aplikasi ini antara lain yaitu fitur pencarian produk halal sesuai nama produk, nama produsen, nomor sertifikat, atau kode batang produk yang dapat kita pindai (scan) dengan menggunakan kamera handphone.
Selain itu, ada juga informasi yang terkait aktivitas terkini LPPOM MUI. Kita juga dapat melakukan registrasi CEROL untuk mengajukan permohonan sertifikasi halal MUI.
3. Cek Logo Halal dengan call center LPPOM MUI
Konsumen juga dapat mengecek logo halal MUI dengan menghubungi call center MUI di nomor 14056. Cara ini mungkin yang paling jadul atau konvensional, tapi tetap saja dapat membantu konsumen untuk mengecek status kehalalan suatu produk yang ingin konsumen beli dari mana pun mereka berada.
Baca Juga : Cara Mengurus Surat Izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga)
Itu dia cara-cara serta biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa mendapatkan sertifikat halal dan logo halal MUI. Sangat gampang dan tidak mahal kan? Yuk, langsung urus dari sekarang supaya bisnis kita berjalan dengan lancar dan semakin berkembang.
Kesimpulan
Mendapatkan sertifkasi halal MUI membutuhkan berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi dan juga memerlukan biaya. Meskipun terkesan rumit, namun dengan produk yang meiliki label halal akan lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Selain itu sertifikat halal juga diberlakukan di setiap Negara dengan mayoritas warganya muslim seperti Arab dan Timur Tengah.
Selain perlunya suatu produk mendapatkan sertifkat halal, bisnis kita juga harus melakukan pengelolaan keuangan dengan baik.
Hub Kami untuk Konsultasi tentang UMKM, Pajak dan Keuangan: Contact Kami
Baca Juga:
- Pajak UMKM: Penjelasan, Perhitungan dan Jenis Pajak UMKM
- Penjelasan Legalitas NIB dan IUMK dengan OSS
- Pengertian Jenis dan Perkembangan UMKM di Indonesia
- 7 Komponen Penting yang Harus ada Dalam Kemasan Produk
Baca Juga Strategi Bisnis :